Beberapa tokoh nasional lainnya yang semasa kemerdekaan, sejarahnya mulai tenggelam dimakan zaman, sebut saja seperti Sutan Sjahrir, Radjiman Widjojodiningrat. Begitu pun dengan tokoh-tokoh dari nahdliyyin yang juga demikian, seperti Subhan ZE, K.H. Abdul Muchit Muzadi, K.H. Hasan Gipo, dan lainnya.
Pada kali ini, penulis akan mengupas secara ringkas sosok putra pertama K.H. Romly Tamim dari istri kedua, Ny. Hj. Maisaroh Mukhit (beliau masih satu saudara dengan Kiai Arwani Mukhit, pengasuh Ponpes Balungbesuk, Jombang) yang juga merupakan kakak dari K.H. Musta’in Romly.
Beliau ini gugur sebagai syuhada’ di Pesantren ayahandanya, yakni Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso, Peterongan, Jombang. Beliau adalah Gus Muhammad Ishomuddin Romly yang lahir pada tanggal 02 Muharram 1349 H/31 Mei 1930 M (mengacu pada inskripsi teks pada nisan makam beliau).
Masa kecilnya tentu dihabiskan dengan menimba ilmu agama dengan ayahandanya, K.H. Romly Tamim dan kepada paman-pamannya. Namun masa muda tersebut tidak berlangsung lama. Pada satu hari di masa revolusi pasca beliau berwudhu di depan kediaman ayahnya, beberapa tentara KNIL (Koninklijk Nederlands-Indische Leger) dari kalangan londo ireng (sebutan bagi orang pribumi yang ikut dalam kesatuan pasukan bentukan Belanda ini) mencari Kiai Romly Tamim dan beberapa satuan pasukan Hizbullah yang bersembunyi di Pesantren Rejoso dengan meringsek masuk ke dalam lingkungan pesantren tanpa permisi terlebih dahulu.
Dengan sombongnya dan tanpa tata krama, mereka berseloroh “endi seng jenenge Romly ?” (mana yang namanya Romly, maksudnya abah dari Gus Ishom / K.H. Romly Tamim).
Mendengar perkataan yang terasa kasar tersebut, seketika Gus Ishom melemparkan gayungnya yang habis digunakan wudhu dan mengenai salah satu anggota tentara KNIL tersebut. Tak lama tentara tersebut mengalami memar dan kesakitan. Melihat kawannya demikian, tentara lainnya menembakkan timah panas kearah Gus Ishomuddin dan akhirnya beliau gugur di tempat sebagai syuhada’.
Tak lama kemudian para tentara ini lari tunggang langgang meninggalkan Pesantren Rejoso dan Gus Ishom sendiri wafat pada tanggal 02 Rabiul Awwal 1368 H/02 Januari 1949 M. Pesantren Darul Ulum kala itu dirundung duka yang mendalam. Salah satu putra dari Kiai-nya yang juga menjadi mursyid Tarekat Qadiriyyah wan Naqsyabandiyyah gugur sebagai syuhada’.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Tempat syahidnya Gus Ishom hingga kini diabadikan menjadi tempat wudhu yang berada di depan ndalem kasepuhan K.H. Romly Tamim. Wallahu a’lam.